Politik dan Hukum adalah sebuah kesatuan yang sulit dipisahkan, apabila kita membuat sebuah permisalan, Politik dan Hukum bagaikan dua sisi koin, dimana dua sisi tersebut saling terikat nilai dan melekat pada nilai koin.
Secara etimologis, istilah politik hukum merupakan terjamahan bahasa Indonesia dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata rech dan politiek. Dalam bahasa Indonesia kata recht berarti hukum. Kata hukum sendiri berasal dari bahasa Arab hukm (kata jamaknya ahkam), yang berarti putusan, ketetapan, perintah, kekuasaan, hukuman dan lain-lain. Berkaitan dengan istilah ini, belum ada kesatuan pendapat di kalangan para teoretisi hukum tentang apa batasan dan arti hukum yang sebenarnya. Perbedaan pendapat terjadi karena sifatnya yang abstrak dan cakupannya yang luas serta perbedaan sudut pandang para ahli dalam memandang dan memahami apa yang disebut dengan hukum itu. Namun, sebagai pedoman, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa hukum adalah seperangkat aturan tingkah laku yang berlaku dalam masyarakat.
Hakim Mahkamah Konstitusi Wahiduddin Adams dalam acara dies natalis milad Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan hari alumni Fakultas Hukum UMJ, yang bertajuk “Politik Hukum Pembangunan Sistem Hukum Nasional dalam Konteks Pancasila, UUD NKRI 1945, dan Global “ di ruang Aula FH UMJ, pada Sabtu Pagi (22/11) yang lalu, mengatakan :
"Hubungan antara politik dan hukum terdapat tiga asumsi yang mendasar, yaitu hukum determinan (menentukan) atas politik, dalam arti hukum menjadi arah dan pengendali semua kegiatan pokitik. Kedua, politik determinan atas hukum. Serta yang ketiga, politik dan hukum terjalin dalam hubungan yang saling bergantung, karena politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan (anarkis), sementara hukum tanpa politik akan jadi lumpuh."
Politik Hukum menurut Prof. Dr. Mahfud MD politik hukum adalah ”legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan Negara”.
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksud untuk mencapai tujuan Negara seperti yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan beberapa pendapat hukum politik, hukum adalah serangkaian konsep, asas, kebijakan dasar dan pernyataan kehendak penguasa negara yang mengandung politik pembentukan hukum, politik penentuan hukum dan politik penerapan serta penegakan hukum, menyangkut fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum untuk menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan dibentuk, hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun serta untuk mencapai tujuan Negara.
Hakim Mahlamah Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan, hukum di indonesia ada tiga macam, yakni hukum adat, hukum islam, dan hukum barat. Namun, dikotomis ketiga hukum tersebut saat ini sudah jarang didengar karena hukum pada saat ini sudah melingkupi semuanya (global). Menurut Wahiduddin, saat ini konsep politik hukum sudah menjadi bagian dari proses globalisasi yang telah mempersatukan masyarakat dunia sebagai komunitas tunggal, saling bergantung, dan terbuka.
“Perlu diketahui bahwa globalisasi merupakan proses multidimensi yang asimetris atau keadaan yang tidak merata. Di satu sisi akan sering menjadi sumber konflik dan kekerasan, namun di sisi lain terdapat keadaan kerja sama dan harmoni dalam berbagai permasalahan dunia,”
Mahfud MD juga menjelaskan bahwa sumber hukum tidak sama dengan hukum. Kitab suci, kebiasaan, dan adat istiadat bisa menjadi sumber hukum, tetapi bukan lantas merupakan hukum yang diakui. Harus ada penetapan dari negara untuk menyatakan sesuatu itu disebut hukum, dalam hal ini bisa undang-undang, peraturan presiden, ataupun peraturan daerah.
Khusus di Indonesia Terkonsepnya politik hukum dimulai sejak 1960. Melalui TAP MPR No. 1/MPRS/1960, MPR menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). Setelah itu, politik hukum tergambar dalam Program Pembangunan Nasional (propenas) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Saat ini, kita dapat melihat Program Legislasi Nasional (prolegnas) sebagai potret politik hukum. Kepentingan pemerintah, DPR, dan DPD untuk membahas produk hukum yang diprioritaskan pada periode tertentu ada dalam prolegnas.
Menurut Padmo Wahjono politik hukum adalah kebijakan penyelenggaran egara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi darih ukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang akan dijadikan kriteria untukm enghukumkan sesuatu.
Dengan demikian, politik hukum menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan hukum yang berlaku di masa datang (ius constituendum).
Menurut Teuku Mohammad Radhie dalam sebuah tulisannya berjudul "Pembaharuan dan Politik
Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional" mendefinisikan Politik hukum sebagais uatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.
Jadi jelas sesuai paragraf pendahuluan diatas, bahwa Politik dan Hukum sulit dipisahkan dalam penerapannya di Negara Hukum, tentu konteks ini kaitannya dengan arah kebijakan penguasa demi pembangunan negara, dalam hukum pidana dan perdata unsur-unsur Politik tidak dibolehkan dalam penerapannya, dalam penerapan Hukum pidana dan Perdata menggunakan Asas Kepastian dan Keadilan hukum, namun kadang tidak jarang kita temukan kasus Hukum pidana atau Perdata yang diawali dengan langkah Politik, hal itu banyak ditemukan dalam delik aduan, kadang karena unsur beda politik bisa juga berakibat hukum dengan melakukan aduan kepada penegak hukum, tentu dengan dalil dan bukti-bukti yang telah disiapkan.
*Penulis Alumni STAIN Jember (UIN KHAS Jember), Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adhikara Pancasila Indonesia (LBH API), dan Tim Hukum Media Berita Nasional Zona Post Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar